Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken (Kronik zaman baru)
Dari judulnya pasti udah pada nebak kalo ini adalah buku untuk segmen anak-anak/remaja. Benar sekali, untuk refreshing dari novel2 serius yang selama ini aku baca aku mencoba membaca buku ini yang memang diperuntukkan untuk segmen anak-anak/remaja. Bukan bacaan untuk anak-anak yang masih imut sih, tapi untuk yang udah beranjak remaja karena sudah menyajikan cerita yang lumayan rumit. Tertarik untuk baca terutama karena review-nya Kaka Tanzil yang merekomendasikan buku ini bagi para pecinta buku :)
"Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken" diterjemahkan dari bahasa Jerman oleh penerbit Mizan, Mei 2006, dalam 294 halaman. Pengarangnya adalah Jostein Gaarder dan Klaus Hagerup. Yup, Jostein Gaarder yang nulis "Dunia Sophie" itu. Tapi jangan khawatir bahwa buku ini akan serumit dunianya Sophie, karena buku ini memang ditujukan untuk bisa dinikmati oleh anak-anak/remaja kok.
Sebenernya terus terang aku nggak terlalu tune-in lagi sama buku anak-anak. Bukannya sok tua, tapi emang udah tua sih :P Masalahnya sekarang ini aku sering kali menuntut sebuah cerita yang aku baca itu agar logis dan masuk akal. Padahal buku anak-anak kan banyak yang berupa kisah fantasi, kalaupun bukan fantasi seringkali banyak memunculkan kejadian kebetulan untuk menyederhanakan cerita. Dan itu nggak gw banget gitu loh.. ;)
Tentang Buku-Surat dan Perpustakaan
Buku ini berkisah tentang dua orang remaja tanggung laki-laki dan perempuan yang bersaudara sepupu. Nils Bøyum Torgersen dan Berit Bøyum. Nils tinggal di Oslo, Berit di Fjærland (dua-duanya terletak di Norwegia). Nils lebih muda satu tahun dan lebih pendek sepuluh senti daripada Berit.
Setelah menghabiskan libur musim panas bersama, mereka sepakat untuk saling berkomunikasi lewat surat. Atas usul seseorang, bukan surat biasa yang akan mereka gunakan, tapi sebuah "buku surat". Sebuah buku yang bisa dikunci akan menjadi tempat mereka berdua saling membalas surat, dan buku itu akan mereka kirim bolak-balik Oslo - Fjærland. Ide yang sangat menarik.
Namun sejak mereka mendapat ide untuk saling mengirim buku-surat tersebut, kejadian demi kejadian mencurigakan terjadi di sekitar mereka berdua. Mulai dari munculnya seorang wanita yang memaksa untuk membayari Nils saat membeli buku tersebut. Lalu Berit bertemu dengan wanita yang sama yang ternyata memiliki sebuah rumah berwarna kuning di Fjærland. Berit juga mendapati sebuah surat yang terjatuh dari tas wanita itu dan membacanya. Surat itu bercerita tentang sebuah buku yang berjudul "Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken" yang baru akan terbit tahun depan.
Menjadi semakin aneh lagi ketika Nils bertemu dengan seorang laki-laki botak yang tampaknya sangat ingin mendapatkan buku-surat mereka. Berkali-kali ia bertemu laki-laki itu, entah kebetulan, entah laki-laki itu memang sedang mengejarnya. Lalu sejak Nils membuat cerita pembunuhan dengan tokoh bernama Bibbi Bokken sebagai tugas mengarangnya, guru kelasnya juga tampak menjadi tahu dan tertarik dengan buku-surat yang selalu ia sembunyikan.
Sementara Berit terus penasaran dan menyelidiki si wanita Bibbi Bokken yang sering mendapat kiriman buku, tapi ketika Berit sempat menyelinap ke dalam rumah kuningnya ternyata tidak tampak satu bukupun!
Ada apa sebenarnya dengan buku-surat mereka itu? Apa pula itu "perpustakaan ajaib Bibbi Bokken"? Siapa wanita bernama Bibbi Bokken itu? Mengapa pula Mr. "Smiley" si laki-laki botak itu sangat ingin mendapatkan buku-surat mereka?
Penuturannya Unik
Yang paling menarik dari buku ini adalah cara penuturannya. Buku ini dibagi dalam dua bagian. Bab I berjudul "Buku Surat" yang berisi buku-surat itu sendiri yang ditulis bergantian oleh Nils dan Berit. Cerita mengalir dan terbangun melalui surat-menyurat mereka berdua. Bab II berjudul "Perpustakaan", kelanjutan dari kisah yang telah diceritakan di buku-surat tapi dituturkan secara naratif biasa, karena ceritanya buku surat telah jatuh ke tangan orang lain. Cara bercerita yang unik, dan pasti akan menjadi pengalaman membaca yang menyenangkan bagi anak-anak.
Di bagian "Buku Surat", surat-surat Nils dan Berit ditampilkan selayaknya gaya para remaja tanggung, yang spontan, penuh rasa ingin tahu, dan kadang konyol kekanak-kanakan. Surat mereka diisi juga dengan candaan saling mengejek dan mencela, kadang ngambek hingga memutuskan berhenti menulis buku-surat, kadang spontan dan konyol seperti saat Berit membubuhkan cap bibirnya dengan menggunakan lipstik pertamanya.
Sedangkan di bab II, Nils dan Berit secara bergantian menjadi narator "aku" yang menyampaikan cerita. Agak membingungkan juga mulanya, karena tidak jelas batas pergantian ketika Nils menjadi "aku" dengan ketika Berit yang menjadi "aku".
Karakter Terlalu Mirip
Sayangnya, karakter Nils dan Berit kurang dibedakan secara spesifik. Gaya tulisan dalam surat Nils dan Berit bisa dibilang mirip, sehingga yang baca mungkin akan sesekali perlu mengecek kembali ke awal surat untuk mengetahui siapa yang menulis surat ini karena tidak bisa membedakan yang mana tulisan Nils yang mana tulisan Berit. Cara bertutur Nils dan Berit di Bab II juga mirip, sehingga kalau kita kurang perhatian akan bingung siapa ini yang sedang jadi "aku".
Terjemahannya sebenarnya baik dan lancar diikuti, cuman rasanya kok terlalu formal ya pilihan katanya? Terutama sih di bagian buku-surat. Surat antar anak-anak yang bersaudara sepupu memakai bahasa Indonesia baku sempurna sepertinya kurang pas. Isi suratnya sebenarnya santai, tapi karena disampaikan dengan bahasa indonesia baku jadinya rada kaku dan berjarak. Mungkin kalo digunakan bahasa gaul anak-anak yang lazim bakalan bisa lebih hangat dan menyenangkan.
Penuh Pengetahuan Tentang Perbukuan
Tapi membaca buku ini, selain mendapatkan cerita petualangan anak-anak yang pastinya menarik, mengejutkan dan memberi inspirasi, pembaca juga akan mendapatkan banyak pengetahuan tentang perbukuan. Tokoh-tokoh pengarang terkenal banyak dibahas disini, beberapa lengkap dengan contoh karyanya. Ada contoh puisi panjang dan puisi pendek. Ada contoh cerita pendek, ada juga contoh skenario drama. Lalu sedikit tentang teori menulis fiksi. Penjelasan tentang klasifikasi buku menurut Dewey. Pokoknya banyak hal seputar dunia buku.
Pantaslah jika Ruhr Nachricht (aku juga gak kenal kok :D) memberikan komentar: "Sebuah surat cinta kepada buku dan dunia penulisan". Gak gitu-gitu amat sih menurutku :P, tapi secara implisit bolehlah dibilang gitu :) (sumber: qyu)
Judul: Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken (Kronik zaman baru)
Penulis: Jostein Gaarder
Penerbit: Mizan Pustaka, 2006
ISBN: 9794334154, 9789794334157
Tebal: 293 halaman
Untuk membaca buku ini secara online silakan klik tulisan di bawah ini:
Baca Online Ebook
Baca Online Ebook
Malam di Atas Lautan
Ini adalah buku pertama karya Ken Follet yang aku baca. Pertama kali menangkap nama Ken Follet adalah waktu melihat ada tumpukan novel-novel baru setebel bantal yang judulnya "The Pillar". Huaduh! serem bener liat novel setebel itu. Udah gitu font-nya lumayan kecil dibanding novel umumnya, dan harganya... bisa dapat 2-3 novel ukuran biasa. Kapan-kapan deh.. :D
Lalu muncullah novel ini, dengan ukuran buku yang sama (tingginya 23 cm) tapi dengan tebal yang kira2 kurang dari separo (yang ini 561 halaman, entah si Pillar, ada kali 1000 halaman). Judulnya "Night Over Water" atau "Malam Di Atas Lautan", terbitan Gramedia, Mei 2006. Versi aslinya diterbitkan tahun 1991. Jadi penasaran aja, seperti apa sih tulisan Ken Follet ini, pengen kenalan. Mumpung ada buku yang lebih tipis.
Bibit Konfliknya

Yap, kapal terbang, bukan pesawat terbang :D alias "flying boats". Clipper, nama komersil dari Boeing B-314, adalah pesawat amfibi yang mendarat dan lepas landas di permukaan air. Bentuknya perpaduan dari bentuk pesawat di bagian atas dan bentuk kapal di bagian bawah dengan beberapa assesoris tambahan. Dari situsnya, Ken Follet mengungkapkan bahwa dia terpesona dengan keunikannya sehingga sangat ingin membuat kisah yang terjadi di dalam pesawat ini. Dan karena pesawat ini hanya beroperasi pada masa2 sekitar perang dunia pertama, maka pada masa itu pulalah kisah tersebut dirangkai.
Diawali dengan drama-drama dari para tokoh, yang nantinya akan menjadi penumpang Clipper, pada saat Inggris akhirnya ikut menyatakan perang terhadap Jerman di Perang Dunia pertama. Sebagian besar dari mereka memang memutuskan pergi ke Amerika untuk melarikan diri dari kekacauan yang mungkin timbul saat perang benar-benar pecah di Inggris.
Keluarga bangsawan Oxenford memutuskan menyeberang ke Amerika karena tahu mereka akan menjadi sasaran selama perang. Lord Oxenford adalah pemimpin fasis di Inggris yang gagal memperoleh dukungan. Margareth, putri keduanya yang lebih cenderung ke sosialis, berusaha menentang ayahnya yang sangat otoriter. Sementara Elizabeth, putri pertamanya, diam-diam telah menyiapkan sebuah pemberontakan.
Harry Marks, pemuda parlente yang sebenarnya seorang pencuri perhiasan yang lihai, memesan tiket Clipper untuk melarikan diri ke Amerika dari pembebasan bersyarat setelah ketahuan mencuri manset milik bangsawan terkemuka.
Diana Lovesey, istri seorang pengusaha sukses di Manchester, menemukan indahnya cinta ketika berkenalan dengan Mark Alder seorang penulis asal Amerika. Diana begitu terbutakan oleh perlakuan manis Mark, hingga akhirnya ia nekat memutuskan ikut terbang dengan Clipper bersama Mark meninggalkan Inggris dan suaminya Mervin Lovesey.
Nancy Lenehan, wanita pengusaha pemilik pabrik sepatu besar di Boston, telah ditipu oleh adik kandungnya sendiri yang berusaha menjual perusahaan tanpa sepengetahuannya. Dengan berbagai cara ia berusaha menggagalkan rencana adiknya. Tapi terlebih dahulu dia harus bisa mengejar Clipper agar bisa segera sampai di Amerika.
Sementara itu Eddie Deakins, awak teknisi penerbangan di pesawat Clipper, mendapat telepon dari seseorang di Amerika yang memberitahukan bahwa mereka tengah menyandera istrinya. Eddie diminta melakukan beberapa hal saat penerbangan nanti jika tidak mau istriya celaka.
Itulah sejumlah penumpang dan awak yang ikut dalam penerbangan terakhir Clipper melintasi Atlantik sebelum pecah perang dunia pertama. Masing-masing memiliki problem rumit. Dan daftar penumpang itu masih akan ditambah lagi dengan seorang tahanan pembunuh yang sedang dalam pengawalan FBI, ilmuwan Jerman yang berusaha melarikan diri dari Nazi, seorang artis cantik Hollywood, dan seorang Putri aristrokat dari salah satu negara Eropa.
Lalu apa yang akan terjadi jika mereka semua dengan permasalahannya masing-masing harus menjalani penerbangan selama 30 jam di atas samudera Atlantik di dalam sebuah pesawat mewah?
Dimulai dengan Lambat, Ditutup dengan Seru
Kisahnya diawali dengan lambat, karena penulis sibuk membangun latar belakang bagi setiap tokohnya. Setiap drama untuk masing-masing tokoh diceritakan dengan lumayan panjang. Rumitnya drama dan banyaknya plot yang dibagi untuk setiap tokoh di bagian awal ini, menimbulkan sedikit kesan seperti sedang mengikuti opera sabun. Untungnya sih tidak sampai ada wanita culas dan anak haram yang akan melengkapinya sebagai opera sabun :D

Ketegangan layaknya cerita suspense-thriller baru dimulai di halaman 510. Di bagian ini, kisah drama percintaan dan konflik keluarga langsung berganti menjadi kisah thriller yang melibatkan anggota gangster saat Eddie Deakin berusaha menyelamatkan istrinya dari penyanderaan. Meskipun terasa terlambat dan terlalu singkat, tapi pada bagian ini ketegangan yang diciptakan cukup seru dan mampu menutup cerita dengan baik.
Drama yang Rumit, Tegang dan Panas
Katanya sih Ken Follet adalah "master of suspense". Tapi membaca novel ini lebih terasa sebagai novel drama yang ditutup dengan suspense. Meskipun begitu dari membaca bagian suspense dari novel ini, bisa dirasakan kepiawaian penulis dalam menjalin kisah tegang. Banyak twist dan kejutan-kejutan yang berhasil dibangun oleh penulis tanpa bisa ditebak sebelumnya. Karena belum pernah membaca novel Ken Follett yang lain, jadi aku belum bisa membuat perbandingan. Dari situsnya, Ken menyatakan kalau novel ini termasuk novel dia yang tergolong ringan.
Ken Follett tampaknya juga melakukan pengumpulan data yang cukup lengkap tentang tata letak, cara operasi, dan detil dari kapal terbang B-314 Clipper. Dia tahu apa yang harus dilakukan Eddie Deakin terhadap mesin pesawat agar bisa memenuhi permintaan penyandera tanpa diketahui awak yang lain.
Membaca beberapa review lain, ada yang menyatakan bahwa novel ini memang tidak terlalu menonjolkan kekuatan Ken Follet sebagai "master of suspense". Novel ini malahan dikatakan sebagai novel Ken Follet yang lumayan 'panas'. Yup, Gramedia pun memberikan label kecil di sampul belakang sebagai "Novel Dewasa". Beberapa kali Ken Follet di novel ini menyelipkan adegan-adegan panas di antara para tokoh yang cukup bisa bikin pembaca berkeringat :P
Meskipun terjemahannya terasa tidak terlalu sempurna, tidak selayaknya umumnya terjemahan dari Gramedia yang biasanya terkenal bagus, tapi novel ini lumayan menarik untuk dibaca. Tentunya hanya untuk anda yang sudah cukup dewasa ;) (sumber: qyu)
Judul: Malam di Atas Lautan
Penulis: Ken Follet
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 9792220305, 9789792220308
Untuk membaca buku ini secara online silakan klik tulisan di bawah ini:
Baca Online Ebook
Baca Online Ebook
Digital Fortress (Benteng Digital)
Udah lama sebenernya pengen baca novel karya Dan Brown yang satu ini. Tapi nggak tahu kenapa kok selalu cuma aku angkat dari rak di toko, aku bolak-balik, lantas dikembalikan lagi ke rak. Padahal harga paperback yang versi Inggris ini tidak terlalu mahal. Dalam hati ada yang bisikin, jangan-jangan nggak sehebat DVC atau A&D, buktinya nggak meledak. Apalagi kan ini karya2 awalnya Dan Brown sebelum DVC dan A&D, mungkin dia belum cukup piawai saat itu.
Dan akhirnya malah kedahuluan dengan keluarnya versi terjemahan dari "Digital Fortress" ini. Penerbitnya masih tetap Serambi, yang juga penerbit terjemahan karya Dan Brown sebelumnya. Tampaknya Serambi mencoba mengambil peluang dengan menerbitkan novel ini bersamaan dengan dirilisnya film "Da Vinci Code" yang juga berasal dari karya Dan Brown itu.

Ah, Serambi... buku terbitannya sebenernya lumayan bagus-bagus, terjemahannya juga baik, tapi kok nggak didukung secara lengkap sih ya. Seperti Negara Kelima, novel hebat yang sayangnya dibiarkan berkeliaran sendiri tanpa promosi...
Sepotong Cerita
Berbeda dengan DVC dan A&D yang berlatarbelakang agama dan banyak bersetting di gereja, Digital Fortress sama sekali tidak bersangkut paut dengan hal itu. Novel ini berkisah tentang "Benteng Digital", sebuah algoritma penyandian canggih yang diterapkan pada email agar tidak bisa disadap oleh orang lain.
Adalah Susan Fletcher seorang wanita muda yang sangat ahli dalam hal persandian, tiba-tiba dipanggil oleh atasannya Trevor J. Strathmore untuk bekerja di hari Sabtu. Mereka berdua adalah ujung tombak dari NSA, National Security Agency, sebuah lembaga pemerintah US yang bertugas memecahkan kode sandi dari berbagai informasi yang diperoleh oleh pemerintah.
Strathmore sedang berkutat dengan sebuah kode baru yang dinamakan "Benteng Digital" yang dipublikasikan oleh Ensei Tankado, seorang ahli kriptologi juga yang mantan pegawai NSA. Algoritma kode tersebut sedemikian rumitnya, sehingga mesin pemecah kode TRANSLTR milik NSA, yang supercanggih dan berukuran delapan lantai, harus bekerja belasan jam untuk memecahkannya dan belum juga berhasil.
"Benteng Digital" adalah calon musuh besar bagi NSA, karena NSA belum sanggup memecahkannya. Sementara Ensei Tankado telah menawarkan ke seluruh dunia bagi penawar tertinggi. Jika "Benteng Digital" mendunia dan menjadi standar untuk penyandian email secara internasional, NSA akan mati kutu. Mereka tidak akan bisa lagi menyadap email dari para teroris, pedagang narkotika, penyelundup dan para penjahat lain.
Sementara itu David Becker, seorang profesor bahasa asing yang juga tunangan Susan Fletcher, tidak bisa menolak ketika diminta Strathmore sedikit bantuan. David diminta pergi ke Spanyol untuk mengambil beberapa benda penting. Benda penting milik Ensei Tankado yang mungkin menjadi kunci pemecah dari sandi "Benteng Digital". Ensei Tankado sendiri ditemukan tewas terbunuh di sebuah taman di Spanyol beberapa saat sebelumnya, sebelum sempat menjual atau mempublikasikan kode pemecah sandi "Benteng Digital".
Sangat Khas Dan Brown
Dan Brown rupanya sejak awal sudah memiliki ciri khasnya sendiri. Cara berceritanya di 3 novel yang sudah aku baca bisa dibilang mirip satu sama lain. Ketiganya dibuka dengan adegan kematian seorang tokoh yang berperan penting dalam cerita. Kemudian berlanjut dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi beruntun dalam satu rentang waktu yang pendek. Kejar-kejaran ditambah dengan usaha memecahkan sandi. Dengan plot cerita yang dipelintir-pelintir tak terduga.
Semuanya dikisahkan dalam bab-bab pendek yang berganti-ganti fokus dari satu tokoh di satu tempat ke tokoh lain di tempat lain pula. Dan setiap bab hampir selalu diakhiri dengan kejutan yang membuat pembaca semakin penasaran. Cara bercerita yang menarik yang mampu mempermainkan emosi pembaca hingga tak mau berhenti sebelum selesai.
Begitu juga dengan novel "Digital Fortress" ini. Meskipun sudah mengenal gaya bercerita Dan Brown, tapi tetap saja terbawa dalam alur ceritanya yang naik turun tiba-tiba. Ketika suatu masalah kelihatannya sudah menemukan titik terang, mendadak terjadi suatu hal yang mementahkan semuanya. Dan itu hampir selalu terjadi. Jadinya udah bisa nebak juga bahwa menjelang akhir bab akan ada kejutan yang memutarbalikkan semuanya.
Belum Sehebat DVC dan A&D
Kekhawatiranku ternyata ada benarnya. Novel ini tidak se"wah" DVC atau A&D, meskipun tetap enak diikuti khas cara bercerita Dan Brown. Tidak ada rahasia besar yang kontroversial yang diungkap disini. Tentang bahwa ada badan pemerintah AS yang ternyata menyadap setiap email yang keluar-masuk dunia maya, tidak lah terlalu mengherankan.
Permainan sandinya juga tidak sehebat DVC dengan anagramnya, apalagi dibanding A&D dengan ambigramnya yang menakjubkan itu. Hanya beberapa permainan kode sederhana. Bahkan pemecahan sandi terakhir yang seharusnya menjadi puncak dan klimaks kisah ini, ternyata begitu saja. Apalagi adegan pada ending ini menurutku rada keteteran. Kode yang sebenarnya sederhana tampak dirumit-rumitkan oleh Dan Brown. Pada kondisi yang sangat kritis, tokoh2nya malah membahas berpanjang-panjang hal yang tidak penting.
Yang cukup rumit adalah twist dari tokoh2nya. Pada satu titik pembaca akan dibingungkan harus berpihak pada siapa. Siapa antagonis dan siapa protagonis. Mana yang berniat menolong dan mana yang sebenarnya ingin mencelakakan.
Film dan Bonus
Memang cukup terasa bahwa disini Dan Brown belum sematang saat mengerjakan DVC dan A&D. Tapi Dan Brown sudah menemukan ciri dan bentuknya disini. Sebuah cara bercerita yang mampu membawa pembacanya hanyut dalam arus yang deras dan bergelombang naik dan turun tak terduga.
Dengan gaya bercerita seperti itu, novel2 Dan Brown sudah terasa filmis. Di setiap akhir bab selalu terbayang bahwa setelah kejutan dramatis di akhir bab itu layar akan meredup dan kemudian berpindah ke adegan tokoh lain yang juga sedang dicekam ketegangan. Dan ketika novel tersebut difilmkan dan harus dipadatkan demi durasi, maka suasana dramatis di setiap akhir bab itupun hilang. Berganti dengan rentetan peristiwa berurutan saja. Mungkin itulah yang membuat film DVC tidak sehebat novelnya...
Selain bonus berupa stiker bergambar sampul buku "Da Vinci Code" (kenapa bukan pembatas buku aja sih?), di bagian akhir buku ini ada sebuah kejutan tambahan. Ada 21 halaman ekstra yang berisi terjemahan 4 bab awal dari "Deception Point", novel kedua dari Dan Brown. Membaca teaser ini, ternyata memang Dan Brown sangat teguh dengan ciri khasnya, hingga pembaca sedikit banyak akan merasa deja vu.
Lebih nungguin novel Dan Brown yang sekarang lagi digarap sih, yang katanya bakal berjudul "The Solomon Key"... (sumber: qyu)
Judul: Digital Fortress (Benteng Digital)
Penulis: Dan Brown
Penerbit: Penerbit Serambi
ISBN: 9791600910, 9789791600910
Untuk membaca buku ini secara online silakan klik tulisan di bawah ini:
Baca Online Ebook
Baca Online Ebook
Pertarungan Jiwa Billy
Yang sudah baca "24 Wajah Billy" mestinya masih penasaran tentang bagaimana kelanjutan nasib Billy Milligan, penderita MPD (Multiple Personality Disorder) dengan 24 kepribadian. Tahu kan, ending dari kisah itu berakhir dengan keputusan hakim untuk mengirim Billy ke Lima State Hospital for Criminally Insane, sebuah rumah sakit khusus untuk tahanan berkelainan jiwa dengan penjagaan maksimum yang terkenal sebagai "rumah sakit neraka". Di saat2 Billy sudah mampu membentuk kepribadian yang terfusi utuh, kondisi eksternal malah tidak menguntungkan bagi kestabilan jiwanya.
Penerbit Qanita rupanya tidak ingin melepaskan kesempatan itu. Kelanjutan kisah nyata ini yang juga ditulis oleh Daniel Keyes sudah diterbitkan dengan judul "Pertarungan Jiwa Billy" (judul aslinya " The Milligan Wars"). Buku ini malah belum diterbitkan di US, karena keberatan dari berbagai pihak yang merasa dipojokkan dan dipertontonkan 'borok'nya... hmmm.. negara yang katanya menjunjung tinggi kebebasan pun ternyata tetap otoriter jika itu menyangkut kepentingannya sendiri...
Kelanjutan Ceritanya
Agak repot untuk membuat ringkasan dari buku ini, karena begitu banyak kejadian yang diceritakan. Ringkasan yang memuat semua kejadian itu akan jadi cukup panjang, tapi jika ada bagian yang tidak dimasukkan akan menjadi tidak lengkap.
Kisah dalam buku ini berada dalam rentang waktu antara Oktober 1979 hingga Agustus 1991. Dalam masa itu Billy harus mengalami dilempar-lempar dari bangsal ke bangsal, dari rumah sakit ke rumah sakit.
Bab-bab awal sudah dibuka dengan beberapa adegan yang memualkan. Kekejaman para petugas di Lima State Hospital memang tidak manusiawi lagi, ditambah lagi mereka masih mencoba memeras pasien meminta uang jaminan keamanan. Sementara dokter dan petugas klinis tidak mempercayai diagnosis MPD yang diidap Billy, dan mengacuhkan rekomendasi Dr. Caul tentang prosedur perawatan bagi Billy.
Setelah beberapa waktu menjadi bulan-bulanan petugas, Billy dengan kecerdikan karakter2 yang dimilikinya akhirnya bisa memanipulasi petugas dan ditempatkan di bangsal semi terbuka. Di bangsal ini Billy bisa melakukan banyak kegiatan, dari melukis Mural di dinding rumah sakit, menulis, serta bekerja di Terapi Pekerjaan. Dan di belakang itu semua, Billy berhasil mengkonsolidasi pasien untuk merencanakan perang terhadap rumah sakit.
Ketika Lima State Hospital ditutup, Billy dipindahkan ke Dayton Forensics, dirawat oleh dokter yang memahami MPD. Kondisi kejiwaan Billy pun mengalami kemajuan pesat, akhirnya hakim memutuskan memindahkan Billy kembali ke rumah sakit terbuka di Athens untuk dirawat Dr. Caul. Tapi sayang, beberapa pihak di kota itu tidak menerima kedatangan Billy, dan membuat jebakan sehingga Billy dituduh melakukan perbuatan kriminal.
Billy kembali diamankan di Dayton, di bawah pengawasan Dr. Lindner yang pernah menangani Billy di Lima. Dr. Lindner tidak pernah mempercayai diagnosa MPD. Dengan cerdik Billy memutuskan lari dari rumah sakit menggunakan identitas baru sebagai Christopher Eugene Carr dan terbang ke Miami. 5 bulan kemudian ia dapat ditangkap saat menemui pengacaranya. Penangkapan ini diperberat dengan sebuah tuduhan baru, pembunuhan seorang mahasiswa yang sempat berteman dengannya selama masa pelarian.
Kembali ke rumah sakit jiwa di Ohio, Billy putus asa. Tidak ada lagi keinginan untuk melanjutkan hidup. Ia memutuskan untuk mati pelan-pelan dengan berpuasa. Berbagai bujukan tidak mampu membuatnya mau makan hingga lebih dari satu bulan. Dan di satu malam, semangatnya untuk hidup muncul kembali. Dia mau makan, asalkan rumah sakit mengijinkannya memiliki komputer. Tuntutannya dikabulkan.
Dan apa yang terjadi? Billy adalah seorang pembelajar yang hebat. Dalam waktu yang tidak lama, dia berhasil mengakses data dari Department of Mental Health. Ia mendownload sejumlah data kontroversial, yang antara lain menunjukkan bahwa pasien rumah sakit telah diperas habis2an dengan biaya yang tidak masuk akal. Dengan bekal data itu, Billy berhasil lagi menggertak pihak rumah sakit. Ia pun mendapatkan perlakuan yang lebih baik dan menyongsong kebebasan.
Tapi tidak semudah itu, karena tuduhan pembunuhan di Miami masih menghantuinya, dan seorang petugas dari Adult Parole Authority menyakini bahwa setelah bebas dari rumah sakit Billy harus ditahan di penjara untuk meneruskan hukuman atas tindak perkosaan terhadap 3 orang wanita di Ohio 14 tahun sebelumnya.
Kisah ini ditutup dengan epilog saat Billy bersama penulis pergi ke perkebunan tempat Billy kecil pernah selama bertahun-tahun menjadi obyek penyiksaan dan pelecehan oleh Chalmer, ayah tirinya.
***
Fiuuh, panjang kan ceritanya... Padahal itupun banyak hal yang aku lewatkan. Masih ada kisah tentang Mary, sesama pasien saat di Athens yang mencintai Billy dan rajin mengunjunginya di Lima Hospital. Ada pula kisah pernikahannya dengan Tanya Bradley (kisah pernikahan ini sayangnya telah di-'spoiled' habis oleh judul babnya, bahkan sebelum pembaca tahu akan ada pernikahan.... )
Mengikuti cerita ini kita akan dibawa naik turun mengikuti emosi Billy. Ikut menukik terbawa dalam penderitaannya, ikut melambung ketika ia mengalami kemajuan yang menggembirakan, ikut kesal dengan orang2 yang ingin mencelakakannya, dan pada akhirnya ikut bersimpati terhadap orang2 yang tidak beruntung yang mengalami kelainan jiwa.
Billy yang Terpojok

Buku ini tidak lagi memfokus pada masalah kepribadian majemuk yang dimiliki Billy. Hal itu sudah dikuak secara lengkap di buku pertama. Disini lebih menyoroti situasi2 eksternal yang menyulitkan kehidupan Billy, sehingga menghambat proses penyembuhan kejiwaannya.
Kondisi eksternal antara lain seperti masyarakat umum yang telah memberi cap bahwa Billy adalah seorang pemerkosa dan kriminal yang harus tetap dikurung selamanya karena berbahaya bagi keamanan hidup mereka. Sebagian media yang mendukung pendapat masyarakat terus-menerus menyuguhkan artikel yang memojokkan Billy. Belum lagi sejumlah anggota legislatif ikut mengeluarkan pernyataan di media, memanfaatkan kesempatan untuk meraup simpati para calon pemilihnya. Bahkan sebuah amandemen Undang-undang baru secara khusus dikeluarkan oleh anggota legislatif untuk mencegah dibebaskannya Billy tanpa ijin mereka.
Sementara kondisi di dalam rumah sakit juga sering kali tidak mendukung bagi kestabilan jiwa Billy, dokter yang tidak percaya bahwa Billy mengidap MPD, petugas yang memperlakukan pasien seperti binatang, serta segala peraturan yang membatasi aktivitas.
Borok Institusi2 di US
Dalam buku ini Billy Milligan tampaknya ingin agar semua orang tahu betapa buruk perlakuan di semua rumah sakit tahanan yang sempat ia huni, kecuali Athens Mental Health Centers tentunya. Ia beberkan semua borok dari institusi2 tersebut. Sama sekali tidak ada semangat menyehatkan pasien. Bukan hanya tidak diperlakukan secara manusiawi, tapi juga masih diperas oleh petugas dan dicekik dengan biaya yang tinggi.
Untuk menghadapi itu semua Billy mengambil segala cara untuk bisa bertahan. Dengan memanfaatkan kemampuan 24 spesialis yang menghuni kepalanya, ia memanipulasi orang, menggunakan kekerasan, mencuri milik orang lain, melarikan diri, mogok makan, hingga meng-hack sistem komputer. Memang bukan cara yang bisa dibilang etis, tapi itulah celah dan kesempatan yang ditemukan Billy untuk bisa bertahan, untuk memperjuangkan haknya atas perlakuan yang lebih baik, dan lebih jauh lagi, haknya atas kebebasan.
Dan ketika semua borok itu diungkap dalam buku ini, tidak heran jika banyak pihak yang keberatan atas terbitnya buku ini di negara asalnya.
Beberapa Komentar
"The Milligan Wars", judul yang sangat tepat untuk buku ini. Tapi entah kenapa kok dipilih untuk diterjemahkan sebagai "Pertarungan Jiwa Billy". Buku ini lebih mengisahkan pertarungan Billy melawan sistem yang telah memenjarakan dan memperlakukan dirinya secara sewenang-wenang, bukan lagi mengenai pertarungan di dalam jiwa Billy.
Nyaris tidak ada lagi pertentangan antara ke-24 kepribadian yang ada. Masing-masing tampaknya telah tahu peran dan bagiannya, serta bisa bekerja sama satu sama lain. Dan pada saat yang tepat mereka akan bersatu memfusi menjadi Sang Guru. Dan memang di buku ini tidak terlalu banyak diungkap tentang perkembangan masing-masing kepribadian. Disini lebih banyak menceritakan Billy sebagai Billy melawan sistem.
Pada beberapa bagian penulis bercerita cepat secara kronologis dengan menyertakan kutipan-kutipan dokumen dari media, surat, dan jurnal. Tidak melalui adegan-adegan yang dimainkan tokoh2 yang ada. Terus terang, pada bagian itu aku merasa lelah untuk mengikutinya. Masalahnya, aku terlanjur men-set pikiranku untuk membaca sebuah novel, bukan surat kabar.
Mungkin penulis memilih cara bercerita seperti itu karena dia tidak memiliki cukup akses kepada Billy untuk mengorek banyak cerita. Penulis berkali-kali dihalangi oleh berbagai pihak untuk mengunjungi Billy. Berbeda dengan saat menulis buku pertama, dimana penulis bebas mengunjungi Billy di Athens. Dan penulis tidak berkeinginan mereka-reka sendiri kejadian2 yang dialami Billy, karena buku ini adalah sebuah kisah nyata. Maka dari itulah, penulis membiarkan catatan dan dokumen yang bercerita, yang tentu saja akan berkesan kaku.
Penterjemahannya cukup baik, meskipun beberapa kali aku merasakan ada kalimat yang membingungkan karena ada kata2 yang hilang. Yang agak disayangkan adanya kekurang-cermatan pengaturan format. Pada buku ini kutipan dari dokumen2 selalu ditampilkan dengan format yang berbeda dari narasi cerita. Namun pada beberapa bagian, ada paragraf2 yang seharusnya bukan lagi merupakan kutipan dokumen tapi tetap menggunakan format kutipan (hal 446-449, 505-510). Pembaca pasti akan bingung mengikutinya. Saat aku konfirmasi ke jeng Antie, sang editor, dia minta maaf atas human error tersebut. Dan dia bilang, "Yang kayak gitu tanda-tanda bakal dicetak ulang".... hehehehe.. amin... (sumber: qyu)
Judul: Pertarungan Jiwa Billy
Pengarang: Daniel Keyes
Penerbit: Qanita
ISBN: 9793269480, 9789793269481
Untuk membaca buku ini secara online silakan klik tulisan di bawah ini:
Baca Online Ebook
Baca Online Ebook
Balzac dan si penjahit cilik dari Cina
Sampul depannya bergambar wajah seorang gadis muda imut dengan lirikan mata polos yang penuh rasa ingin tahu. Kalau kita membuka halaman dalamnya akan terlihat layout dengan ukuran huruf-huruf yang cukup besar. Kedua hal itu jika digabungkan dengan judulnya yang mengandung kata 'Penjahit Cilik', kesan yang bisa muncul adalah "ini cerita untuk anak-anak ya?".
Kesimpulan yang tidak salah jika hanya melihat bagian2 itu saja. Tapi jika telah membaca isinya, maka yang didapati adalah : "Maaf, anda keliru, sama sekali bukan untuk anak-anak!" (Dan akupun berpikir tentang perlunya buku diberikan 'rating' sebagai peringatan mengenai isinya, sebagaimana pada film)
Judul aslinya adalah "Balzac and the Little Chinese Seamstress", terbitan tahun 2000. Karya dari Dai Sijie, penulis kelahiran China yang sekarang menetap dan bekerja di Perancis. Diterjemahkan dan diterbitkan oleh Gramedia, Februari 2006, dalam 238 halaman.
Buku ini berlatarbelakang masa-masa Revolusi Kebudayaan di China. Dimana sejak akhir 1968 Ketua Mao, Pemimpin Besar Revolusi China, memutuskan menutup semua perguruan tinggi dan mengirim semua lulusan Sekolah Menengah, yang dicapnya sebagai 'intelektual muda', ke pedesaan untuk 'dididik ulang oleh petani miskin'. Sebuah peristiwa di suatu masa yang belum pernah aku baca detil kejadiannya, sehingga aku tertarik untuk membacanya.
Pendidikan Ulang para Intelektual Muda
Buku ini berkisah tentang dua orang anak muda yang sedang menjalani pendidikan ulang tersebut. Adalah si penutur 'aku' (hingga akhir cerita tidak terungkap siapa nama si tokoh 'aku' ini) dan temannya bernama Luo harus menjalani pendidikan ulang di salah satu desa yang terletak di sebuah gunung yang dinamai "Burung Hong dari Langit". Mereka berdua berusia 18-an dan baru saja lulus Sekolah Menengah.
Umumnya mereka yang dikirim untuk mendapatkan 'pendidikan ulang' akan dikembalikan kepada keluarganya setelah dua tahun. Tapi kedua anak ini sangat sadar bahwa kemungkinan mereka akan kembali ke keluarganya hanyalah tiga dibanding seribu. Itu karena orang tua mereka telah mendapat cap sebagai 'musuh masyarakat'.
Kedua orang tua si 'aku' adalah dokter terkemuka, dan kejahatan terbesarnya adalah menjadi 'pemuka-pemuka ilmiah'. Sementara ayah Luo adalah seorang dokter gigi yang pernah membuat kesalahan besar karena menyebutkan di depan umum bahwa ia pernah merawat gigi Mao Zedong, Madame Mao, dan Jiang Jieshi. Kesalahan besar karena menyebutkan nama ketua Mao berjajar dengan bajingan terkotor: Jiang Jieshi.
Tanpa berani berharap bahwa suatu saat mereka akan bebas kembali, bahkan mungkin harus berada di desa itu sampai tua dan mati, mereka menjalani 'pendidikan ulang' penuh dengan kerja keras hari demi hari. Kepala Desa setempat yang memberi mereka perintah dan mengawasinya setiap hari. Kadang mereka harus seharian bergumul dengan lumpur di sawah, kadang mereka harus mengangkut ember-ember berisi kotoran yang merembes ke punggung mereka ke atas gunung, kadang mereka harus menyeret keranjang besar berisi batu bara dari dalam liang2 sempit di pertambangan.
Si Pendongeng dan Si Penjahit Cilik
Luo yang memiliki kemampuan bercerita dengan sangat menarik lambat laun berhasil memikat penduduk dan Kepala Desa. Luo dan si 'aku' menceritakan kembali film2 yang pernah mereka tonton semasa tinggal di kota dengan penuh ekspresi kepada penduduk desa. Karena senang sekali dengan cerita2 Luo, Kepala Desa memberikan kesempatan kepada mereka berdua pergi ke kota terdekat untuk menonton film terbaru setiap bulan sekali. Dan setelah itu mereka harus menceritakan kembali film itu di hadapan penduduk dengan durasi yang sama dengan film yang sesungguhnya. Satu selingan yang menyenangkan bagi mereka.
Selingan yang lebih menyenangkan lagi mereka dapatkan setelah mengenal 'Putri Gunung Hong' alias 'Si Penjahit Cilik' dari desa sebelah. Si Penjahit Cilik juga terpukau dengan cara bercerita Luo, sehingga mereka tak bosan2nya kembali kesana untuk mendongengi Si Penjahit Cilik yang manis.
Koleksi cerita mereka bertambah semakin lengkap ketika mereka berdua berhasil memperoleh dengan sedikit kelicikan satu koper berisi buku-buku cerita dari pengarang barat yang merupakan buku2 terlarang pada masa itu. Buku2 karya Balzac, Flaubert, Gogol, Melville, dan Romain Rolland (errrr.. maaf, belum ada satupun yang aku pernah baca :) ). Mereka berduapun tenggelam dalam kisah2 itu, dan tersihir dalam khayalan tentang cinta, wanita dan seks.
Luo sangat menggemari karya2 Balzac. Dia semakin sering berkunjung ke tempat si Penjahit Cilik untuk menceritakan kembali kisah2 Balzac tersebut dengan kemahirannya mendongeng yang sangat hebat. Si Penjahit Cilik selalu mendengarkannya dengan penuh antusias. Hingga perlahan-lahan karya2 Balzac itupun memberikan pengaruh pada hidupnya dan mengikis kepolosan si Penjahit Cilik.
Mencari-cari Fokus

Kekerasan hidup selama masa Revolusi Kebudayaan di China hanya menjadi latar belakang dari kisah ini. Padahal sebenarnya hal itulah yang aku paling ingin tahu. Ketika si Penjahit Cilik mulai muncul, kisah ini malah menjadi riang. Suasana kelam dan penuh penderitaan yang dialami kedua anak yang 'dididik ulang' itu menjadi samar.
Agak mengherankan ketika kedua anak yang sebelumnya diceritakan harus bekerja keras setiap hari tiba2 memiliki banyak waktu untuk berkunjung ke desa si Penjahit Cilik. Padahal perjalanan ke desa itu paling tidak membutuhkan waktu 2 jam. Mereka juga beberapa kali mampir ke desa lain tempat teman mereka si Mata Empat menjalani 'pendidikan ulang' seperti mereka.
Cara bertutur Dai Sijie enak untuk diikuti, ringan dan kadang riang. Beban berat mengalami 'pendidikan ulang' tidak terlalu terasa. Mungkin karena Dai Sijie yang juga mengalami sendiri 'pendidikan ulang' ini sengaja membuatnya seperti itu agar memori kelam dalam kehidupannya itu tidak menjadi semakin berat.
Cuman sayang Dai Sijie dalam buku ini tampak kurang konsisten. Fokusnya berubah-ubah. Di salah satu bagian tiba-tiba ia menjadikan si penjahit cilik sebagai penutur 'aku', berganti ke pak tua tukang giling, lalu si Luo, dan kembali lagi ke si 'aku', yang berkesan nyempal dari alur yang sudah dibangun dari awal. Fokus yang tidak konsisten itu bikin pembaca tidak mendapat kesan yang kuat atas cerita yang dituturkan. Revolusi Kebudayaan hanya menjadi latar belakang. Penderitaan anak2 yang menjalani 'pendidikan ulang' hanya tergambar di awal, berikutnya mereka menjadi anak2 yang riang. Balzac yang menjadi bagian dari judul juga tidak diceritakan mendetil. Tidak ada yang cukup dalam membekas di benak pembaca.
Tapi kabarnya buku ini menimbulkan sensasi dan sangat laris ketika diterbitkan di Perancis. Memenangkan banyak penghargaan, diterjemahkan ke berbagai bahasa, bahkan sudah difilmkan di Perancis. Bisa jadi karena ini adalah satu dari sedikit karya yang membuka mata dunia tentang kehidupan di Cina semasa Revolusi Kebudayaan. Bisa jadi juga karena adanya 'adegan2' yang digambarkan secara indah sehingga membangkitkan sensasi. Atau bisa jadi karena mengangkat nama Balzac yang telah termasyhur sebelumnya. Yang jelas aku masih bingung, pesan utama apa sebenarnya yang ingin diceritakan oleh buku ini? (sumber: qyu)
Judul: Balzac dan si penjahit cilik dari Cina
Penulis: Dai Sijie
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2006
ISBN: 9792219978, 9789792219975
Tebal: 237 halaman
Untuk membaca buku ini secara online silakan klik tulisan di bawah ini:
Baca Online Ebook
Baca Online Ebook
Bidik!
"Bidik!" judulnya. Memiliki dua sisi, itulah keunikannya. Bukan hanya dalam arti sisi cerita, tapi juga dalam arti fisik. Dan dua sisi dalam bentuk fisik inilah yang paling unik, sampai mampu menggerakkan tanganku membawanya pulang. Penyusun layout dan pihak percetakan rela merepotkan diri untuk mewujudkan novel dengan dua sisi layout yang tidak lazim ini.
Jadi novel ini bisa dibaca dari dua sisi. Artinya bisa dibaca dari depan, bisa juga dibaca dari belakang. Seandainya tidak ada kotak bar code dan alamat penerbit yang lazimnya diletakkan di sampul belakang, maka orang yang memegang novel ini akan bingung menentukan mana sampul depan dan mana sampul belakang.
Membaca dari sisi belakang bukan berarti kita akan membuka halamannya dari kiri ke kanan. Tidak seperti itu. Pada sisi kedua, layout buku ini diputar 180 derajat dari layout sisi pertama, sehingga pembaca akan tetap membuka setiap halaman novel dari kanan ke kiri sebagaimana lazimnya buku berhuruf latin biasa. Dan di pertemuan kedua sisi di pertengahan buku (tidak tepat di tengah sih, karena panjang cerita kedua sisi berbeda) ada satu halaman pembatas yang memisahkan dua halaman yang terbolak balik satu sama lain.
Unik sekali idenya.
Dua Sisi Cerita dan Dua Sisi Buku
Mengapa layout novel ini dibuat seperti itu? Karena novel ini memiliki dua cerita yang berbeda tentang satu tragedi yang sama. Sesuai dengan tagline yang tercantum di kedua sisi sampulnya "Tragedi selalu memiliki dua sisi". Dua cerita dengan tokoh utama yang berbeda dengan permasalahan yang berbeda. Dua cerita ini disatukan oleh satu tokoh yang punya peran di kedua sisi. Dan kemudian akhirnya satu tragedi yang sama mengakhiri kedua sisi tersebut dengan satu sama lain tetap mengambil sudut yang berbeda.
Karena kedua kisah itu tidak diletakkan secara berurutan, melainkan disusun terpisah di sisi yang berbeda, maka terasa benar bahwa dua cerita itu adalah sisi yang tidak menyatu meskipun berada di mata uang yang sama.
Sungguh suatu ide yang unik. Dan menjadi semakin unik ketika ide novel dengan dua sisi itu bukan hanya terwujud dari segi penceritaan, tapi juga bisa dituangkan dalam bentuk layout buku dengan dua sisi...
Ya ya.. aku memang kagum banget sama ide itu, makanya aku sampe harus berulang2 menyebutkannya :P
Novel ini ditulis oleh Nugroho Nurarifin. Baru kali ini aku dengar namanya. Tapi begitu muncul langsung menawarkan sebuah terobosan yang sangat unik. Diterbitkan oleh Gramedia, Agustus 2005. Sisi pertama mengambil ruang sebanyak 92 halaman, sedangkan sisi kedua lebih panjang dengan 156 halaman.
Sisi 1 : Lomotion
Di sisi 1 ini yang menjadi tokoh utama adalah Hendrik. Seorang pria muda yang merasa punya bakat seni, namun harus terjebak dalam kehidupan yang tidak dia inginkan.
Hendrik terjebak dalam rutinitas pekerjaan kantoran yang bukan impiannya. Tugas-tugas rutin yang membuat ia jenuh ditambah bossnya yang juga rutin memarahinya. Sementara di rumah dia juga harus terjebak dengan istri yang tidak pernah ia cintai, yang selalu ngomel tentang berbagai hal dan tidak menghargai keberadaannya sebagaimana layaknya suami.
Hendrik pernah terlibat dalam berbagai proyek seni, tapi semuanya gagal total. Meskipun begitu ia tak menyerah. Ia masih selalu berusaha mencari kesempatan dimana dia bisa mewujudkan mimpinya tentang proyek yang mampu mengeksplorasi bakat seninya.
Hingga akhirnya ia menemukan dunia Lomography. Setelah berkutat beberapa waktu mendalami dunia tersebut, akhirnya Hendrik menemukan proyek seni yang menurutnya akan mencuatkan namanya. Dia akan memotret seseorang pada waktu yang sama, di tempat yang sama, posisi yang sama, selama 22 hari.
Berkenalanlah Hendrik dengan seorang wanita yang bersedia menjadi modelnya, Astari Wirjono. Selama 22 hari kerja berikutnya Hendrik dan Astari berusaha menyelesaikan proyek "Lomotion" ini. Berhasilkah Hendrik menyelesaikannya hingga menjadi karya fenomenal yang mengangkat namanya? ... baca aja deh kalau mau
Sisi 2 : Loco Motive
'Loco' adalah bahasa slang yang bisa diartikan 'gila'. Jadi ini tentang motif gila yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu. Apakah sesuatu itu? nggak seru kalau diceritakan di review ini. Silakan terkejut-kejut sendiri :P
Di sisi ini ada 2 orang pelaku utama. Yang satu diceritakan secara detail, yang satu hanya disisipkan sepotong2. Siapa pelaku utama sisi 2 ini? apakah sudah muncul di sisi 1? ... pengen bocorin sih, tapi kok ya nggak seru :P
Yang jelas, pada sampul sisi 1 tergambar samar bentuk kamera, sesuai dengan proyek Lomography Hendrik. Sementara di sisi 2, yang tergambar samar di sampulnya adalah... sebuah pistol... Sesuai dengan judul novelnya, kedua benda itu bisa digunakan untuk mem-"Bidik".
Cerita Orang Kota
Mengambil setting dan cara penuturan dari kehidupan anak muda perkotaan kelas menengah ke atas. Rutinitas kegiatan di perkantoran, makan siang atau makan malam dengan rekan kerja, berlanjut ke usaha mencari peluang bisnis baru, tipikal kehidupan para eksekutif muda lah. Dan tentu saja tidak afdol jika tidak dibumbui dengan kisah-kisah jalinan hubungan antar lawan jenis. Bahkan di sisi ke-2 tema tersebut pada beberapan bagian menjadi alur utamanya.
Banyak berkisah tentang kegelisahan batin para pelakunya. Masing-masing pernah memiliki kegagalan dalam usahanya mengejar keinginan utama hidupnya. Meskipun sebenarnya hidup mereka sudah berkecukupan tetapi masih ada satu ruang yang belum terisi sesuai keinginan mereka masing-masing. Dan pada titik akhir di ending masing2 cerita, mereka berada bersilangan pada titik paling hampa dari kehidupannya.
Sayangnya di sisi-2 ada bagian yang berlama-lama menceritakan hal yang tidak terlalu penting. Memang ada sedikit sangkut paut dengan alur utama cerita, tapi mestinya tidak perlu sepanjang dan sedetil itu. Waktu lagi baca sih aku ikutin aja. Tapi setelah sampai endingnya, barulah protes 'jadi ngapain harus diceritain panjang lebar bagian yang nggak ada hubungannya itu?'.
Dari segi cerita, sisi-1 menurutku lebih menarik meskipun lebih pendek dan dengan karakter yang tukang memaki begitu. Itu karena tema ceritanya tidak klise, tentang seorang pecundang yang sering gagal di segala hal dan sekarang berusaha bikin proyek seni (meskipun aku ragu, apa bener proyek 'gitu aja' bakal bisa bikin terkenal). Sementara di sisi ke-2 adalah cerita tentang cinta yang tak sampai, klise banget kan.
Perbedaan Karakter
Di kedua sisi, penulis berhasil membuat tulisan dengan cara betutur yang berbeda untuk menggambarkan karakter pelaku utamanya. Di sisi 1, Hendrik digambarkan sebagai orang yang apatis dan kasar. Dia begitu muak akan hidup yang memenjarakannya. Memaki-maki sepanjang cerita dengan berbagai macam umpatan.
Sementara di sisi 2, tokoh utamanya adalah seorang yang romantis, yang sangat mengagungkan cinta bahkan rela merana karenanya. Puisi2 pendek gambaran hati si tokoh utama banyak mengawali setiap babnya. Berbeda sekali dengan sisi 1 yang penuh kata makian.
Saat masih membaca sisi 1, aku sempat terpikir apa penulisnya terinspirasi "Catcher in the Rye" yang pelaku utamanya juga memaki2 sepanjang cerita, atau bahkan mungkin karakter penulisnya sendiri yang seperti itu adanya. Tapi setelah membaca sisi 2, kekhawatiran dan pertanyaan itu pun lenyap, ternyata itu hanyalah penyelaman karakter yang mendalam saja dari penulisnya.
Ending Terbuka Tanpa Penjelasan
Kisah yang disajikan menurutku tidak terlalu kuat, agak agak datar. Kejutan paling hebat terjadi di akhir cerita, tapi sayangnya kejutan itu dibiarkan begitu saja tidak dikembangkan lebih lanjut. Endingnya dibiarin nggantung gitulah. Dan sekian banyak pertanyaan akibat ending yang mengejutkan itupun dibiarkan tidak terjawab.
Awalnya, setelah membaca ending sisi 1, aku berharap bisa menemukan jawabannya secara detil di sisi 2. Beberapa pertanyaan memang terjawab, tapi sampai di ending sisi 2 .. eh.. lha kok semakin banyak pertanyaan yang ditumpuk dan dibiarkan begitu saja.
Memang sih, ending yang terbuka gitu memberikan kebebasan pada pembaca untuk berimajinasi. Dan banyak orang yang menyukai gaya seperti itu karena tidak memaksakan kehendak si penulis. Tapi disini ending itu dibiarkan terbuka sebelum kisah ini membentuk cerita yang utuh. Cerita yang utuh selayaknya sebuah novel belum terbentuk lengkap disini, baru sampai di klimaks.. langsung diputus. Lebih terasa seperti membaca sebuah cerpen panjang dari pada sebuah novel. Dan hasilnya, tidak ada kesan yang cukup kuat terhadap kisahnya. Padahal sebenarnya penulis punya kemampuan bertutur yang cukup baik.

Yah, memang kekuatan utama dari novel ini adalah "dua sisi"-nya itu. Unik sekali. Segi itulah yang pasti akan menjadi point terpenting novel ini yang menbuatnya mudah dan selalu diingat. (sumber: qyu)
Judul: Bidik!
Penulis: Nugroho Nurarifin
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2005
ISBN: 9792216162, 9789792216165
Tebal: 248 halaman
Untuk membaca buku ini secara online silakan klik tulisan di bawah ini:
Baca Online Ebook
Baca Online Ebook
Filosofi Kopi: kumpulan cerita & prosa satu dekade
Kemasannya keren, artistik dan antik. Dominasi warna coklat dengan butiran2 biji kopi mengkilat sebagai latar belakang. Tumpukan biji kopi itu pada bagian tengah ditutup motif kertas sampul coklat. Kertas sampul coklat yang udah nggak jaman lagi saat ini, tapi justru itu yang membuatnya terasa antik. Kertas itu pada masanya dulu identik dengan kerapian dan memberikan kelas tersendiri untuk buku2 yang tersampul olehnya. Itu juga yang tersirat saat aku melihat sampul buku ini. Tulisan judul bukunya tercetak rapi di atas motif sampul coklat dengan dekorasi garis lengkung dan garis lurus yang artistik. Berkelas.
Judulnya pun terasa berkelas. "Filosofi", ah.. kata yang berat. Di dalam kata itu terbayang sederetan kalimat panjang berbelit-belit hanya untuk menjabarkan sebuah kata. Tapi saat disandingkan dengan kata "Kopi", jadi terasa lebih ringan. Karena kopi identik dengan keseharian. Gambarannya yang didapat pun jadi lebih jelas, ringan tapi berkelas.
Awas, hati-hati membaca judul buku ini. Bisa2 lidah jadi belibet. "Filosofi Kopi". Bukan "Filosopi Kopi", ataupun "Filosofi Kofi"! Dua yang terakhir memang lebih gampang diucapkan, apa lagi buat yang lidahnya rada medok :P
Kumpulan Prosa
Buku ini disebutkan sebagai "Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade, 1995 - 2005". Penerbitnya Truedee dan GagasMedia, Februari 2006. Mengumpulkan 18 karya Dee, atau Dewi Lestari, selama sepuluh tahun tersebut. Memang lebih cocok disebut sebagai kumpulan prosa, karena sebagian diantaranya adalah prosa pendek puitis yang memang penuh filosofi ala Dee. Beberapa cerita yang ada di dalamnya juga terlalu panjang untuk disebut cerpen.
Diterbitkan pada waktu yang tepat untuk mengobati rasa rindu pencinta tulisan Dee. Sambil menunggu kelarnya Supernova ke-4, yang kabarnya bakal berjudul "Partikel". Supernova rata2 dikeluarkan dengan jeda 2 tahun, jadi mungkin bakalan baru awal tahun depan akan muncul kembali sekuel berikutnya. Dan buku ini bisa mengisi kekosongan itu buat yang ingin menikmati "kopi2" bikinin Dee. Nikmat, hangat, terasa manis meskipun namanya kopi pastilah ada rasa pahit. Kadang ringan tapi kadang juga sedikit bikin pusing.
Filosofi Kopi yang Berbeda
Cerita utama yang sekaligus dijadikan sebagai judul buku ini, menurutku memang cerita terbaik di buku ini yang pantas dijadikan judul. Di samping judul tersebut menggelitik, juga bisa mencerminkan keseluruhan cerita di dalamnya tentang hidup yang mau tidak mau akan diwarnai kepahitan sebagaimana kopi. Juga memberikan sugesti kepada pembacanya untuk menikmatinya dengan santai sambil minum2 kopi.
Filosofi Kopi bercerita tentang Ben dan Jody yang membuka cafe dengan menu utama aneka macam racikan minuman kopi dari berbagai penjuru dunia. Ben sangat terobsesi dengan kopi, hingga rela menguras tabungannya untuk berkeliling dunia mencari aneka ramuan2 kopi langsung dari sumbernya. Setelah mendapatkan semuanya, obsesi Ben beralih ke pencarian racikan minuman kopi paling sempurna.
Sesempurna apapun kopi yang kamu buat, kopi tetap kopi, punya sisi pahit yang tak mungkin kamu sembunyikan.
Cerita itu menjadi sangat unik karena mengambil topik yang sangat berbeda dari cerita lainnya. Tahu kan, cerita yang selalu dan selalu menjadi topik pilihan mayoritas penulis? Apalagi kalo bukan: Kisah cinta antar manusia.
Walaupun di bagian prosa pendek puitis "Salju Gurun", Dee memberikan gagasan dan pandangan tentang salju di gurun untuk membangkitkan keberanian "menjadi berbeda". Toh pada akhirnya, Dee tidak bisa menolak untuk menyisakan sebagian besar tulisannya sebagai tulisan tentang Cinta, sebagaimana pasir2 di gurun. Yah, salju di gurun pun tak akan bisa berlama2 bertahan dalam bentuk salju, dalam sekejap dia akan mencair menelusup di antara butir pasir dan menguap terbang menjadi bagian tak berbeda dari elemen gurun yang lain.
Aku yakin, meskipun salju Dee di gurun tidak selamanya berwujud salju, tapi mencairnya Dee tidak akan mewujud menjadi "sastrawan kembang". Hopefully. And please... don't.
Cerita-cerita Pendeknya
"Mencari Herman", cerita tentang pencarian atas seseorang bernama Herman. Cerita ringan yang berkesan rada lucu2an. Tapi sesaat aku jadi ingat kalau aku pun tidak punya seorang teman yang bernama "Herman", tanpa embel2. :)
"Surat Yang Tak Pernah Sampai", tentang surat2 cinta yang tak pernah sampai. Dee menghamburkan filosofi2-nya tentang hubungan antara dua anak manusia yang dikenal dengan istilah Cinta.
"Sikat Gigi", kisah cinta Egi dan Tio. Dua orang yang sangat berbeda. Yang satu romantis, puitis, dan sensitif, satunya lagi kaku dan sangat rasional. Perbedaan yang malah saling melengkapi. Di dalamnya Dee berhasil mengangkat rutinitas menyikat gigi menjadi suatu kegiatan bermakna lain. Tapi sayangnya tidak mampu mempertahankan Tio sebagai sosok yang kaku dan rasional. Karena cerita ini ditulis secara romantis maka Tio pun akhirnya melebur dalam kalimat2 puitis.
"Sepotong KUe Kuning", kisah perselingkuhan. Hingga akhir cerita aku tetap tidak bisa menangkap apa arti dari metafora "Kue Kuning".
"Lara Lana", hmmm... cinta tak selalu harus memiliki bukan?. Pada beberapa paragraf terakhir kita akan dipaksa untuk membaca ulang dari awal dengan sisi pandang yang berbeda.
"Buddha Bar", bukan kisah cinta sih. Lebih tentang persahabatan lima orang dengan berbagai karakter yang melebur dalam satu keutuhan bersama. Emh.. mungkinkah ini tulisan tentang perkenalan Dee dengan Buddha?
"Rico de Coro". Fabel tentang kecoak yang jatuh hati pada manusia.
Prosa-prosa Puitis-nya
Dan bagian2 lainnya adalah prosa pendek puitis, meletupkan cara Dee memandang dan memaknai kejadian dan situasi yang ada di sekelilingnya. "Salju Gurun", "Kunci Hati", "Selagi Kau Lelap", "Jembatan Zaman", "Kuda Liar", "Diam", "Cuaca", "Lilin Merah", "Spasi", dan "Cetak Biru".
Paling mengesankan buat aku adalah saat Dee memberi makna tentang "Spasi", perlunya ada ruang untuk bergerak dalam sebuah hubungan, dan juga pandangan Dee tentang "Jembatan Zaman", tentang perubahan seorang manusia di setiap masa usianya dimana dia tidak akan mampu memahami masa usianya yang lain.
Filosofi-filosofi Dee terasa sangat dalam di prosa2 pendek puitisnya. Sehingga terkesan Dee adalah seorang perenung yang memikirkan setiap detil dari kehidupannya untuk dicari filosofi dan maknanya terhadap hidup secara keseluruhan. Mungkin kesan itu tidak terlalu salah, karena di cerita2 yang riang dan ringan pun masih terselip satu dua kalimat berisi filosofi atau metafora yang bisa direnungi.
Racikan Pengobat Rindu
Dee banyak bermain dalam usaha pemaknaan kembali, dan tidak banyak bereksperimen dengan menyajikan plot atau cara bertutur yang berbeda-beda. Usahanya tersebut sering kali berhasil dalam membentuk persepsi baru atas satu peristiwa atau satu bagian kehidupan yang membuat pembaca ikut bercermin ke dalamnya.
Kadang imajinasinya sangat ringan melompat-lompat seperti "Petir", kadang dalam penuh makna meski getir seperti "Akar". Meskipun di buku ini tidak ada yang se-'ilmiah' "Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh". Itu semua menunjukkan kembali bahwa Dee memang mampu meracik tulisan dalam berbagai aroma, meskipun dibatasi dalam ruangan2 sempit sebuah cerita pendek atau prosa puitis pendek.
Dan dengan berbagai macam corak tulisan seperti itu, buku ini memang tepat sebagai pengobat rindu sambil menunggu bagian berikutnya dari Supernova. (sumber: qyu)
Judul: Filosofi Kopi: kumpulan cerita & prosa satu dekade
Penulis: Dee
Penerbit: GagasMedia, 2006
ISBN: 9799625734, 9789799625731
Tebal: 134 halaman
Untuk membaca buku ini secara online silakan klik tulisan di bawah ini:
Baca Online Ebook
Baca Online Ebook